Sunday 10 February 2013

Sekam padi (kulit gabah

Sekam padi (kulit gabah) merupakan hasil penggilingan atau penumpukan gabah. Secara global sekitar 600 juta ton beras dari padi diproduksi tiap tahunnya. Sekitar 20 % dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari 13 sampai 29 % dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar (Hara, 1996; Krishnarao, et al., 2000). Di Indonesia, khususnya Sulawesi selatan, sekam padi biasanya bertumpuk dan hanya menjadi bahan buangan disekitar penggilingan padi. Pemanfaatannya masih sangat terbatas, hasil pembakaran sekam padi biasanya digunakan sebagai abu gosok untuk membersihkan peralatan rumah tangga dan digunakan untuk mengeringkan bata pada tempet-tempat pembuatan genteng dan batu bata.


Menurut Thomas dan Jones (1970) dalam Lembang (1995), bahwa pada lapisan terluar dari sekam padi terkonsentrasi silika yang tinggi dengan tingkat porositas yang tinggi, ringan dan permukaan eksternal yang luas sehingga sangat bermanafaat sebagai adsorben dan isolator. Nilai paling umum kandungan silika (SiO2) dalam abu sekam padi adalah 94 – 96 % dan apabila nilainya mendekati atau dibawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah terkontaminasi oleh zat lain yang kandungan silikanya rendah (Houston, 1972;Prasad, et al., 2000). Secara paraktis, variasi kandungan silika dari abu sekam padi bergantung pada teknik pembakaran (waktu dan suhu). Pembakaran pada suhu 550°C - 800°C menghasilkan silika amorf dan pembakaran pada suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan Kristal silika fase kristobalit dan tridimat (hara, 1986). Hal ini sesuai dengan sifat silikat bahwa perubahan suhu dapat mengakibatkan perubahan bentuk senyawa silikatnya.

Gambar 4.3 Difraktogram abu sekam padi hasil refluks dan sintering pada suhu 700oC selama 4 jam.

Gambar 2…. Memperlihatkan hasil XRD abu sekam padi yang telah direfluks dengan larutan HCL. Hasil sintering memperlihatkan bahwa seluruh fase yang ada didalam abu sekam padi selain 〖SiO〗_2 hilang, dan fase Kristal 〖SiO〗_2 berubah menjadi fase amorf. Perubahan fase ini diperlukan karena abu sekam padi pada fase amorf memiliki kemampuan yang tinggi untuk mengadsobsi logam berat (Feng,Q., et al,. 2004).

Sintesis geopolimer memerlukan silika, salah satu contoh dalam oksida aluminasilikat. Hasil penelitian tentang sintesa geopolimer dari bahan dasar lempung dan abu sekam padi (subaer, dkk., 2006) memperlihatkan bahwa geopolimer yang dihasilkan memiliki struktur mikro, sifat fisis dan mekanik yang serupa dengan geopolimer yang dihasilkan dari bahan dasar kaolin. 

Penggunaan abu sekam padi di dalam penelitian ini didasari dari temuan Feng,Q., et al,. (2004) mengenai pemanfaatan abu sekam padi dalam mengadsobsi logam berat seperti Pb dan Hg. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan kapabilitas dan laju adsobsi logam berat oleh abu sekam padi sangat tinggi dan cepat dibandingkan dengan menggunakan metode lain. Abu sekam padi dalam penelitian digunakan sebagai bahan dasar yang bertujuan untuk mengadsobsi logam berat dari industri yang dibungkus oleh lempung sebagai pembentuk rangka geopolimer sehingga material yang dihasilkan memiliki keunggulan yakni kekuatan tekan yang tinggi, aman, ramah lingkungan, tahan panas dan zat asam, serta biaya produksi yang murah.

No comments:

Post a Comment