Sekam padi (kulit gabah)
merupakan hasil penggilingan atau penumpukan gabah. Secara global
sekitar 600 juta ton beras dari padi diproduksi tiap tahunnya. Sekitar
20 % dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari 13 sampai 29
% dari komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap
kali sekam dibakar (Hara, 1996; Krishnarao, et al., 2000). Di Indonesia, khususnya Sulawesi selatan, sekam padi
biasanya bertumpuk dan hanya menjadi bahan buangan disekitar
penggilingan padi. Pemanfaatannya masih sangat terbatas, hasil
pembakaran sekam padi biasanya digunakan sebagai abu gosok untuk
membersihkan peralatan rumah tangga dan digunakan untuk mengeringkan
bata pada tempet-tempat pembuatan genteng dan batu bata.
Menurut Thomas dan Jones (1970)
dalam Lembang (1995), bahwa pada lapisan terluar dari sekam padi
terkonsentrasi silika yang tinggi dengan tingkat porositas yang tinggi,
ringan dan permukaan eksternal yang luas sehingga sangat bermanafaat
sebagai adsorben dan isolator. Nilai paling umum kandungan silika (SiO2)
dalam abu sekam padi adalah 94 – 96 % dan apabila nilainya mendekati
atau dibawah 90 % kemungkinan disebabkan oleh sampel sekam yang telah
terkontaminasi oleh zat lain yang kandungan silikanya rendah (Houston,
1972;Prasad, et al., 2000). Secara paraktis, variasi kandungan silika
dari abu sekam padi bergantung pada teknik pembakaran (waktu dan suhu).
Pembakaran pada suhu 550°C - 800°C menghasilkan silika amorf dan
pembakaran pada suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan Kristal silika
fase kristobalit dan tridimat (hara, 1986). Hal ini sesuai dengan sifat
silikat bahwa perubahan suhu dapat mengakibatkan perubahan bentuk
senyawa silikatnya.
Gambar 4.3 Difraktogram abu sekam padi hasil refluks dan sintering pada suhu 700oC selama 4 jam.
Gambar
2…. Memperlihatkan hasil XRD abu sekam padi yang telah direfluks dengan
larutan HCL. Hasil sintering memperlihatkan bahwa seluruh fase yang ada
didalam abu sekam padi selain 〖SiO〗_2 hilang, dan fase Kristal 〖SiO〗_2
berubah menjadi fase amorf. Perubahan fase ini diperlukan karena abu
sekam padi pada fase amorf memiliki kemampuan yang tinggi untuk
mengadsobsi logam berat (Feng,Q., et al,. 2004).
Sintesis
geopolimer memerlukan silika, salah satu contoh dalam oksida
aluminasilikat. Hasil penelitian tentang sintesa geopolimer dari bahan
dasar lempung dan abu sekam padi (subaer, dkk., 2006) memperlihatkan
bahwa geopolimer yang dihasilkan memiliki struktur mikro, sifat fisis
dan mekanik yang serupa dengan geopolimer yang dihasilkan dari bahan
dasar kaolin.
Penggunaan
abu sekam padi di dalam penelitian ini didasari dari temuan Feng,Q., et
al,. (2004) mengenai pemanfaatan abu sekam padi dalam mengadsobsi logam
berat seperti Pb dan Hg. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan
kapabilitas dan laju adsobsi logam berat oleh abu sekam padi sangat
tinggi dan cepat dibandingkan dengan menggunakan metode lain. Abu sekam
padi dalam penelitian digunakan sebagai bahan dasar yang bertujuan untuk
mengadsobsi logam berat dari industri yang dibungkus oleh lempung
sebagai pembentuk rangka geopolimer sehingga material yang dihasilkan
memiliki keunggulan yakni kekuatan tekan yang tinggi, aman, ramah
lingkungan, tahan panas dan zat asam, serta biaya produksi yang murah.
No comments:
Post a Comment